BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat merupakan suatu kewajiban yang harus
dikerjakan bagi setiap muslim yang sudah akhil baligh maupun mu’alaf sesuai
dengan waktu yang sudah dianjurkan / ditentukan sebagaimana perintah Allah SWT,
baik dalam kondisi apapun dan dimanapun kita berada. Shalat merupakan rukun
Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah
satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat, maka ia
mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia
meruntuhkan agama (Islam).
Shalat terdiri dari shalat wajib dan shalat sunah. Shalat
wajib merupakan shalat / ibadah yang harus dikerjakan oleh setiap muslim dalam
kondisi apapun dan tidak boleh ditinggalkan. Dalam sehari shalat wajib
dikerjakan lima kali dengan jumlah rakaat sebanyak 17. Sedangkan shalat sunah
merupakan shalat tambahan di luar shalat fardhu / wajib, bila dikerjakan
mendapat pahala, dan bila ditinggalkan tidak berdosa. Shalat sunnah
termasuk amalan yang mesti kita jaga dan rutinkan. Di antara keutamaannya,
shalat sunnah akan menutupi kekurangan pada shalat wajib, dihapuskan dosa dan
ditinggikan derajat, akan dekat dengan Rasul SAW di surga, shalat adalah
sebaik-baik amalan, menggapai wali Allah yang terdepan, Allah akan beri petunjuk pada
pendengaran, penglihatan, kaki dan tangannya, serta doanya pun mustajab.
Banyak sekali macam-macam shalat yang dapat
dikerjakan, salah satunya yaitu shalat khauf. Shalat khauf dapat dikerjakan
dalam kondisi yang darurat seperti dalam keadaan perang, bahaya baik dari musuh
maupun serangan binatang buas, dan sebagainya.
Sebab dalam kondisi apapun baik itu perang tidak boleh meninggalkan shalat.
Maka dari itu ketika dalam kondisi yang darurat sebagaiaman tersebut diatas,
dianjurkan untuk melakukan shalat khauf. Sebab shalat khauf bukanlah shalat
yang dapat berdiri sendiri seperti shalat ied, gerhana, dan sejenisnya. Tetapi shalat
khauf adalah shalat fardlu/ wajib dengan syarat, rukun, sunnah-sunnah dan jumlah
rakaat seperti biasa (ketika aman), dan dilakukan secara berbeda jika
berjamaah.
Untuk membatasi bahasan dalam penulisan makalah ini, maka penulis hanya membahas tentang shalat
khauf. Sehingga dengan apa yang telah dipaparkan dalam makalah ini kita bisa
lebih mengerti tentang shalat khauf dan tata cara pelaksanaannya.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan diatas, perumusan masalah yang dapat
diambil sebagai berikut:
1. Bagaimana
sejarah dilaksanakan shalat khauf?
2. Dalam
kondisi bagaimana dan dimana diperbolehkan untuk melakukan shalat khauf?
3. Apa
saja yang membatalkan shalat khauf?
4. Bagaimana
cara melaksanakan shalat khauf?
5. Siapa
saja orang yang wajib melaksanakan shalat khauf?
6. Bagaimana
shaf dalam melaksanakan shalat khauf?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah kali ini sebagai berikut:
1. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama Islam pada semester 3
2. Agar
setiap orang lebih mengetahui sejarah dari shalat khauf
3. Untuk
menambah wawasan kita mengenai tata cara pelaksanaan shalat khauf dan segala
yang membatalkan shalat khauf
4. Untuk
menambah kimanan kita kepada Allah SWT dan selalu melakasanakan ibadah yang
diperintahkan
5. Agar
setiap orang mengetahui hikmah dari pelaksanaan shalat khauf
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah antara lain :
1. Bagi
penulis :
a. Mengetahui
lebih dalm mengenai sejarah dari dilaksanakannya shalat khauf
b. Mengetahui
tata cara dan hal-hal yang membatalkan dalam melaksanakan shalat khauf
c. Bisa
memotivasi untuk selalu menunaikan ibadah dalam kondisi apaun dan dimanapun ita
berada
2. Bagi
Pembaca :
a. Memberikan
tambahan pengetahuan kepada setiap pembaca mengenai shalat khauf
b. Pembaca
dapat mengetahui hikmah, tata cara, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan shalat
khauf
c. Memberikan
dorongan kepada setiap pembaca untuk senantiasa melaksanakan ibadah kepada
Allah dalam kondisi apapun dan dimanapun berada sebagaimana yang tlah dilakukan
oleh Rasul SAW
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Shalat khauf adalah shalat yang dilaksanakan dalam keadaan
bahaya atau takut (suasana perang) karena bimbang akan diserang musuh. Selain
itu shalat khauf juga dilaksanakan karena kebakaran dan sebagainya baik dalam
perjalanan atau mukim (di suatu
tempat). Shalat Khauf merupakan kemudahan yang tidak
terdapat dan tidak boleh dilaksanakan di dalam shalat-shalat yang lain. Shalat wajib dilakukan dalam keadaan
apapun termasuk dalam keadaan bahaya (perang). Shalat dalam keadaan bahaya
dilakukan diwaktu perang melawan musuh dan segala bentuk perang yang tidak
haram seperti pertempuran melawan pemberontak atau orang orang yang melawan
pemerintahan yang sah atau melawan perampok, penjahat dan teroris yang semuanya
dibolehkan dalam Islam, sesuai dengan firman Allah:
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ
فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ
وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلْيَكُونُواْ مِن وَرَآئِكُمْ
وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّواْ فَلْيُصَلُّواْ مَعَكَ
وَلْيَأْخُذُواْ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ
تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ
مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن
مَّطَرٍ أَوْ كُنتُمْ مَّرْضَى أَن تَضَعُواْ أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُواْ حِذْرَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُّهِيناً – النساء ﴿١٠٢﴾
Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka
(sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang
senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah
menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka
bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu
lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika
kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit, dan
siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan
bagi orang-orang kafir itu.”. (Qs an-nissa’ ayat: 102)
Ulamak–ulamak fiqah telah
bersepakat tentang adanya ketetapan syarak mengenai shalat khauf ini, “Khauf bagi mereka bukan semata-mata takut
kepada serangan musuh malah termasuk juga khauf (takut) dari ancaman kebakaran
dan juga binatang-binatang buas dan lain-lain lagi daripada ancaman yang boleh
menyebabkan kemusnahan dan kehancuran.”
Menurut bahasa shalat berarti doa, dan menurut istilah shalat
berarti ibadah kepada Allah SWT yang memiliki ucapan dan perbuatan tertentu dan
khusus, yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Disebut shalat
karena mencakup (berisi doa ibadah dan doa permohonan).
Sedangkan kata khauf, secara bahasa berarti
takut. Dan menurut istilah, khauf berarti kegoncangan di
dalam diri karena khawatir terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, atau
hilangnya sesuatu yang disukai. Diantara hal itu adalah rasa takut dijalanan.
Jadi shalat khauf merupakan penunaian shalat yang di fardhukan (diwajibkan)
yang dilakukan pada saat-saat genting atau kondisi yang mengkhawatirkan dengan
cara tertentu.
Shalat khauf
merupakan bentuk shalat bagi orang-orang yang memiliki udzur Syar’i,
yang mana gerakan, jumlah rokaat dan tata caranya berbeda dengan shalat pada
umumnya. Shalat khauf disyariatkan dalam setiap peperangan yang dibolehkan,
seperti memerangi orang-orang kafir, pemberontak, dan para perampok atau
penyamun sebagaiman firman Allah yang artinya, “Dan apabila kamu
bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar shalat(mu), jika
kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh
yang nyata bagimu.”(QS. An-Nisaa’ : 101)
B. Sejarah Shalat Khauf
Pada tahun 6 Hijriah, Nabi Muhammad SAW bersama para
sahabatnya menuju Mekah. Di sebuah tempat bernama Hudaibiyah, rombongan Nabi SAW
berhadap-hadapan dengan Khalid bin Walid yang bersama pasukan sebanyak 200
orang. Mereka datang untuk mencegah Nabi SAW dan umat Islam memasuki Mekah.
Waktu itu telah masuk waktu shalat Zuhur dan Bilal bangkit mengumandangkan adzan.
Umat Islam kemudian bersiap-siap melaksanakan shalat jamaah. Melihat kondisi
umat Islam itu Khalid bin Walid merasa ada kesempatan untuk menyerang mereka
dan itu ketika mereka sedang melaksanakan shalat. Namun ketika itu turunlah
surat An-Nisa ayat 102 yang membongkar niat Khalid bin Walid dengan pasukannya.
Dan menjadikan Khalid bin Walid yang melihat peristiwa itu dan mukjizat Al-Quran
akhirnya memilih Islam sebagai agamanya.
C.
Kondisi Diperbolehkannya Shalat Khauf
Seabagaimana yang telah dipaparkan diatas, pelaksanaan shalat khauf
merupakan suatu kemudahan yang diberikan Allah SWT kepada setiap hamba-Nya yang
sedang dalam kondisi ketakutan karena sedang menghadapi musuh, bahaya, bencana,
dan sebagainya yang bersifat mengkhawatirkan dan dalam kondisi darurat. Untuk
tempat pelaksanaan shalat khauf itu sendiri boleh dilakukan dimana saja, tanpa
mengira masa, tempat dan keadaan, adapun ketentuan atau beberapa hal yang perlu
diketahui dalam pelaksanaan shalat khauf sebagai berikut,
1.
Shalat dilakukan mengikut keadaan
seseorang pada ketika itu.
2. Boleh
dilakukan secara berlari, berjalan, meniarap atau berkenderaan.
3. Rukuk dan
sujud dilakukan dengan isyarat.
4. Boleh
melakukan shalat tanpa menghadap kiblat.
Ibnu Umar
r.a berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda :
“jika keadaan itu terlalu gawat, bolehlah shalat dilakukan secara berdiri,
berjalan, atau berkendaraan, menghadap kiblat ataupun tidak” (Hadits
Riwayat Al-Bukhari r.a)
D.
Batalnya Shalat Khauf
Ada
beberapa hal yang perlu diketahui mengenai perkara-perkara yang dapat
membatalkan shalat khauf. Hal-hal tersebut antara lain,
1.
Batalnya wudhu ketika sedang
melaksanakan shalat
2.
Menjerit dan melaung (sekiranya
tidak diperlukan)
3.
Melakukan banyak pergerakan yang
tiada kaitan dengan peperangan
4.
Keluar darah yang banyak tidak
menjejaskan shalat (di sisi mazhab Maliki tetapi imam Syafi’I, ia
membatalkan shalat kecuali kerana terpaksa atau darurat) maka kiranya
dimaafkan.
E.
Cara Shalat Khauf
Islam
cukup menitik beratkan shalat dan harus ditunaikan karena shalat merupakan kewajiban ke atas (kepada Allah SWT)
setiap muslim. Shalat berlaku dan wajib dilaksanakan dalam keadaan / kondisi
apapun baik itu ketika sakit, keuzuran ataupun ketika berada di medan
peperangan, dengan cara-cara yang telah ditetapkan.
Ciri-ciri
asas shalat itu secara berjamaah sama dengan shalat qasar dan jamak. Shalat
ketika perang tidak begitu banyak perbedaan kecuali makmum dapat bergerak, menangguhkan
shalat dan menyambung semulanya selepas berperang.
Shalat khauf
dilakukan dalam tiga keadaan yaitu shalat ketika :
1.
Musuh datang dari arah kiblat,
2.
Musuh datang dari arah
bertentangan kiblat,
3.
Musuh datang dari semua arah.
Menurut
Ibnul Qayyim dasar cara mengerjakan shalat khauf ada enam cara, tetapi sebagian
ulama menjadikan lebih banyak lagi, akan tetapi jumlah yang bisa dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW sebenarnya tidak begitu banyak. Ada sebagian ulama yang
menyebutkan sebanyak 3 cara, ada yang 6 cara dan bahkan ada yang lebih banyak
dari itu. Keenam cara tersebut yaitu,
1.
Apabila
musuh berada di arah kiblat
a.
Imam mengatur pasukan menjadi dua shaf, shaf pertama dan
shaf kedua, lalu membuka secara keseluruhan.
b. Kemudian imam melakukan shalat
bersama shaf pertama dan shaf kedua, hingga berakhir i’tidal dan ruku’ pada
rakaat pertama.
c. Pada waktu sujud, kelompok pertama
sujud terlebih dahulu sedangkan kelompok kedua menunggu. Setelah imam dan shaf
pertama bangun dari sujudnya, shaf kedua sujud sedangkan imam dan shaf pertama bergantian
untuk menjaga.
d. Demikain seterusnya mereka saling
bergantian menjaga musuh.
e. Kemudian shalat diakhiri dengan
memberi salam bersama sama.
Cara
Ini sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah SAW dari Jabir bin Abdullah r.a:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما
قَالَ : شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ
الْخَوْفِ ، فَصَفَّنَا صَفَّيْنِ : صَفٌّ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَالْعَدُوُّ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ ، فَكَبَّرَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَبَّرْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ
رَكَعَ وَرَكَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَرَفَعْنَا
جَمِيعًا ، ثُمَّ انْحَدَرَ بِالسُّجُودِ وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ ، وَقَامَ
الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ فِي نَحْرِ الْعَدُوِّ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السُّجُودَ وَقَامَ الصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ
انْحَدَرَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ بِالسُّجُودِ وَقَامُوا ، ثُمَّ تَقَدَّمَ
الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ وَتَأَخَّرَ الصَّفُّ الْمُقَدَّمُ ، ثُمَّ رَكَعَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَكَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ
رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ وَرَفَعْنَا جَمِيعًا ، ثُمَّ انْحَدَرَ
بِالسُّجُودِ وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ الَّذِي كَانَ مُؤَخَّرًا فِي
الرَّكْعَةِ الأُولَى ، وَقَامَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ فِي نُحُورِ الْعَدُوِّ ،
فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السُّجُودَ
وَالصَّفُّ الَّذِي يَلِيهِ انْحَدَرَ الصَّفُّ الْمُؤَخَّرُ بِالسُّجُودِ ،
فَسَجَدُوا ، ثُمَّ سَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَسَلَّمْنَا جَمِيعًا
(رواه مسلم)
“Suatu
ketika aku turut melakukan shalat khauf bersama Rasulullah saw. Beliau membagi
kami menjadi dua barisan, satu barisan berada di belakang Rasulullah saw.
sedang musuh berada di antara kami dan kiblat. Ketika Nabi saw takbir kami
semua ikut takbir. Kemudian beliau ruku’, kami semua ikut ruku’. Kemudian
beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, kami semua melakukan hal yang sama.
Kemudian beliau turun untuk sujud bersama barisan yang berada langsung di
belakang beliau. Sementara itu barisan yang terakhir tetap berdiri menjaga
musuh. Ketika Nabi saw. selesai sujud, dan barisan yang di belakangnya berdiri,
maka barisan yang terakhir tadi turun untuk melakukan sujud lalu mereka
berdiri. Lalu barisan yang di belakang maju, dan barisan yang di depan mundur.
Kemudian Nabi saw. ruku dan kami semua ikut ruku. Kemudian Nabi mengangkat
kepalanya, kami pun mengikutinya. Sementara barisan yang tadi berada di
belakang ikut turun sujud bersama beliau, barisan yang satunya lagi tetap
berdiri menjaga musuh. Ketika Nabi saw. selesai sujud bersama barisan yang
tepat di belakangnya, maka barisan yang di terakhir turun untuk sujud. Setelah
mereka selesai sujud, Nabi saw. mengucapkan salam dan kami semua ikut salam.
Jabir berkata: Seperti yang biasa dilakukan oleh para pasukan pengawal terhadap
para pemimpin mereka.” (HR. Muslim)
Untuk
cara shalat ini ada tiga syarat yaitu,
a. Musuh berada di arah kiblat
b. Berada di atas gunung atau ditanah
yang datar, tidak tertutupi oleh suatu apapun dari pandangan orang muslim
c. Orang muslim berjumlah banyak,
sekelompok sujud dan kelompok yang lainnya menjaga
2.
Apabila
musuh tidak berada di arah kiblat
a.
Imam membagi ma’mum menjadi dua
kelompok (satu kelompok berdiri menjaga musuh sedangkan kelompok yang satunya
membuka shalat satu rakaat bersama imam)
b.
Setelah barisan pertama selesai shalat maka barisan kedua
melakukan shalatnya bersama imam satu rakaat lagi, dan penjagaan dilakukan oleh
barisan pertama yang telah selesai shalat.
c.
Kemudian masing-masing kelompok
menyelesaikan sendiri rakaatnya yang kedua
Sebagaimana
hadits Nabi saw yang artimya:
“Dari Ibnu Umar r.a katanya, “Rasulullah SAW
shalat dengan salah satu dari dua kelompok satu rakaat, sedangkan kelompok yang
lainnya menghadapi musuh. Kemudian kelompok pertama pergi menggantikan kelompok
kedua untuk menghadapi musuh, sementara kelompok ini datang untuk shalat dengan
Nabi SAW satu rakaat, lalu beliau memberi salam dan kedua kelompok itu
masing-masing menyelesaikan satu rakaat lagi.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim)
3.
Apabila
musuh berada bukan diarah kiblat
a.
Shalat
dilakukan dua rakaat
b.
Imam
shalat satu rakaat dengan kelompok yang pertama, kemudian menunggu sampai
mereka menyelesaikan sendiri-sendiri setelah selesai, mereka pergi menghadapi
musuh
c.
Kelompok
kedua maju ke depan untuk melakukan shalat dengan imam dalam rakaat yang kedua,
dan imam juga menunggu sampai mereka menyelesaikan rakaatnya yang kedua, dengan
begitu imam akan memberikan salam bersama-sama dengan ma’mum.
Sebagaimana diceritakan dari Saleh bin Khawwat, dari
Sahl bin Khaisamah yang artinya, “Nabi SAW
berbaris dengan satu kelompok, sedangkan kelompok lainnya menghadap musuh.
Beliau shalat dengan kelompok pertama itu satu rakaat dan tetap saja berdiri,
kelompok itu menyelesaikan sendiri shalatnya lalu pergi menghadap musuh lalu
datanglah kelompok kedua melakukan shalat satu rakaat baersama beliau (bagi
nabi shalat yang kedua). Beliau tetap saja duduk menunggu mereka menyelesaikan
shalatnya kemudian beliau member salam dengan mereka bersam-sama.” (HR.
Jamaah selain Ibnu Majah)
4.
Imam
shalat dengan masing-masing kelompok dua rakaat
Dua rakaat pertama
kedudukannya bagi imam sebagai fardhu, sedangkan dua rakaat yang akhir sebagai
sunnah. Jadi apabila orang yang melaksanakan shalat fardhu itu berma’mum dengan
orang yang melaksanakan shalat sunah, hukumnya diperbolehkan.
Seabagaimana yang salah
satunya tercantum dalam hadits Nabi SAW yang artinya, “Dari Jabir r.a bahwa Nabi SAW shalat dengan sekelompok sahabatnya dua
rakaat, lalu shalat lagi dengan kelompok yang lain dua rakaat, kemudian beliau
memberi salam”.
5.
Kedua kelompok
bersama-sama shalat dengan imam
a.
Satu kelompok berdiri menghadapi
musuh dan kelompok lainnya shalat satu rakaat bersama imam lalu pergi dan
berdiri menghadapi musuh
b.
Kelompok yang sebelumnya menjaga,
kemudian shalat sendiri-sendiri datu rakaat, sementara itu imam tetap berdiri
dan melanjukan shalat dengan mereka untuk rakaat yang kedua
c.
Setelah selesai, maka kelompok
yang bergantian jaga tersebut melaksanakan shalat sendiri-sendiri satu rakaat,
sedangkan imam dan kelompok yang kedua duduk dan menuggu
d.
Kemudian kedua kelompok
bersam-sama dengan imam memberi salam secara bersama-sama
Cara
tersebut sesuai dengan hadis Nabi SAW yang artinya, “Dari Abu Hurairah r.a katanya , “Saya ikut Shalat Khauf bersama
Rasulullah SAW pada peperangan di Nejed. Beliau hendak shalat asar, maka beliau
berdiri dengan satu kelompok, sedangkan kelompok lain menghadapi musuh dengan
punggung mereka menghadap kiblat. Beliau membaca takbir dan diikuti oleh
kelompok yang sedang bermakmum dan juga yang sedang menghadapi musuh, lalu
beliau melakukan shalat satu rakaat bersama kelompok shaf pertama serta sujud
bersama mereka, sedangkan kelompok lain berdiri menghadapi musuh. Setelah
berdiri kembali, kelompok yang sudah melaksanakan satu rakaat tersebut
menghadapi musuh menggantikan kelompok yang sebenarnya menghadapi musuh, lalau
kelompok yang digantikan itu ruku’, kemudian sujud sedangkan Rasulullah SAW
tetap berdiri. Lalu mereka berdiri untuk rakaat kedua, setelah itu nabi
memeipin mereka ruku’ dan sujud sendiri-sendiri, setelah sama-sama duduk, maka
Nabi SAW member salam diikuti oleh mereka. Jadi Rasulullah SAW shalat dua
rakaat dan masing-masing kelompok juga dua rakaat.” (HR.Ahmad, Abu Dawud,
dan Nasa’i)
6.
Tiap kelompok shalat dengan imam dibatasi satu
rakaat, hingga imam melakukannya dua rakaat, sedangkan masing-masing kelompok
hanya satu rakaat.
Salah Satu hadis Nabi SAW yang menunjukkan
cara shalat khauf yang tiap kelompok dengan imam diabatsi satu rakaat tersebut
sebagai berikut, yang artinya,
“Dari Ibnu Abbas r.a katanya.”sesungguhnya Nabi SAW
shalat dalam peperangan Dzi Qird. Beberapa orang berbaris dibelakang beliau dua
saf, satu saf dibelakang beliau dan satu saf lagi menghadapi musuh. Beliau
shalat dengan dengan saf yang dibelakang satu rakaat, lalu saf yang sudah
melaksanakan shalat ini menggantikan saf yang belum. Yang digantikan ini
melakukan shalat dengan Nabi satu rakaat dan tidak menambah lagi.” (HR. An-Nasa’i daan Ibnu Hibban, Ibnu Hibban
menyatakan bahwa hadis ini shahih)
Selain
dari keenam cara yang telah disebutkan diatas, ada satu cara lagi dalam
melaksanakan shalat khauf, yaitu Jika dalam keadaan gawat dan imam tidak bisa mengatur, maka
masing masing bisa melakukan shalat sebisa-bisanya, dalam keadaan berjalan
kaki, berlari atau mengendarai kuda (tank), dengan menghadap atau tidak
menghadap kiblat. Yang penting shalat harus dilakukan dan caranya bebas tanpa
ikatan. Allah berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ
رُكْبَانًا – البقرة ﴿٢٣٩﴾
Artinya: ”Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya),
maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan.” (Qs Al-Baqarah ayat: 239)
F. Yang
Wajib Melaksanakan Shalat Khauf
Berdasarkan latar belakang dan
pembahsan-pembahasan diatas, setiap orang wajib untuk melakuan ibadah kepada
Allah SWT, yang salah satunya yaitu shalat, sebab shalat merupakan ibadah wajib
dan tidak boleh ditinggalkan. Dalam hal ini shalat khauf merupakan shalat wajib
bagi setaiap muslim yang pelaksanannya dalam kondisi / suasan yang gawat /
genting / ataupun darurat. Jadi yang wajib melaksanakan shalat khauf yaitu
setiap orang muslim yang sedang dalam perjalanan (musafir), setiap orang muslim
yang sedang mengalami suatu bencana / berada di lokasi bencana, dalam keadaan
darurat / dalam kondisi perang untuk menghindari suatu perlawanan yang datang
dari musuh ataupun untuk menghindari rasa kekhawatiran-kekhwatiran yang tidak diharapkan
terjadi, dan sebagainya.
G. Shaf
Dalam Shalat Khauf
Untuk
melaksanakan shalat khauf, harus diperhatikan dalam pembagian shaf yaitu,
1.
Imam perlu membagikan anggota
tentara kepada dua kumpulan (dibagi dua kelompok / lebih)
2.
Sekurang-kurangnya ada tiga
orang dalam setiap kelompok dalam shaf
3.
Dua kelompok akan membuat shaf di
belakang imam
4.
Setiap kelompok tersebut boleh
terdiri dari beberapa shaf
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
mencermati lebih jauh ayat 102 surat An-Nisa yang menjelaskan tentang shalat khauf
ini ada beberapa poin pelajaran yang dapat dipahami:
1.
Shalat tidak pernah libur, bahkan dalam kondisi perang.
Seorang pejuang juga adalah orang yang menegakkan shalat. (... lalu
kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka ... dan hendaklah mereka
bersiap siaga dan menyandang senjata)
2.
Pentingnya shalat berjamaah. Di medan perangpun tetap
dilakukan shalat jamaah, sekalipun dengan satu rakaat. (hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyang mereka
denganmu)
3.
Ketika ada dua kewajiban penting seperti shalat dan jihad,
kita tidak boleh mengorbankan satu demi yang lainnya. (lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka ... dan menyandang senjata)
4.
Kewaspadaan dalam setiap kondisi itu sangat penting. Bahkan
shalat tidak boleh membuat umat Islam lupa akan musuhnya. (... dan
menyandang senjata)
5.
Pemimpin merupakan pusat persatuan dan ibadah. (Dan apabila
kamu berada di tengah-tengah mereka ... kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka)
6.
Pembagian kerja, saling membantu dan mengajak orang lain
dalam pekerjaan yang baik, bahkan pada kondisi gentingpun hal ini merupakan
faktor yang mempersatukan masyarakat. Dalam ayat ini dua rakaat shalat
dibagi-bagi untuk dua kelompok dari umat Islam, sehingga tidak ada diskriminasi
dalam ibadah dan semua berpartisipasi dalam perbuatan baik. (hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum shalat)
7.
Perintah Allah SWT berbeda-beda sesuai dengan kondisi. Ayat
ini tentang shalat Khauf ketika berhadapan dengan musuh. (hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum shalat)
8.
Shalat jamaah di medan perang merupakan tanda cinta akan
tujuan, Allah, pemimpin dan komitmen terhadap nilai-nilai. (Dan apabila kamu
berada di tengah-tengah mereka ... kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama
mereka)
9.
Di medan perang, rotasi dan pergerakan pasukan harus bisa
dilakukan dalam jangka waktu satu rakaat shalat. (maka hendaklah mereka pindah dari
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua
yang belum shalat)
10. Selama melakukan shalat di medan
perang semakin panjang waktunya, kesempatan musuh untuk menyerang akan semakin
besar. Dengan demikian, penjagaan harus semakin diperketat. Pada rakaat pertama
cukup dengan memegang senjata, tapi pada rakaat kedua harus memegang senjata
dan perlengkapan lain untuk melindungi diri. (dan hendaklah mereka bersiap
siaga dan menyandang senjata)
11. Allah SWT mengabarkan Nabi-Nya SAW akan
konspirasi dan rencana musuh. Dengan mencermati sebab turunnya ayat 102 surat
an-Nisa, dapat diketahui bahwa Khalid bin Walid berencana menyerang Nabi SAW dan
sahabatnya ketika sedang melakukan shalat. Ketika ayat ini diturunkan, rencana
serangan itu akhirnya dibatalkan.
12. Usaha dengan ikhlas akan
mendatangkan bantuan illahi pada waktu yang tepat. Turunya ayat ini dengan
perintah melakukan shalat khauf merupakan bantuan illahi untuk menggagalkan
konspirasi musuh.
13. Di medan perang, acara ibadah tidak
boleh dilakukan dengan waktu yang panjang dan pekerjaan apa saja yang dapat
menghilangkan kewaspadaan menjadi haram hukumnya. (Orang-orang Kafir ingin
supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu
kamu dengan sekaligus)
14. Ibadah tidak boleh menjadi sarana
yang melupakan manusia akan musuh. (Orang-orang Kafir ingin supaya kamu lengah)
(IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
B. Saran
Melihat
dari kesimpulan dan pembahasan yang sudah dipaparkan diatas, ada beberapa saran
/ masukan yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kita. Adapun saran tersebut antara
lain :
1. Sebagai seorang muslim hendaknya
selalu menunaikan ibadah wajib yaitu shalat dimanapun, kapanpun dan dalam
kondisi apapun. Sebab dalam kondisi-kondisi tertentu Allah SWT memberikan
kemudahan bagi setiap hamba-Nya dalam melakukan ibadah shalat
2. Usahakan untuk selalu melaksanakan
ibadah shalat secara berjamaah, karena shalat yang dilakukan secara berjamaah
jauh lebih besar pahala dan keutamaannya apabila dibandingkan dengan
melaksanakan ibadah shalat secara munfarid
3. Tunaikan shalat dengan tepat waktu,
tanpa menunda-nunda waktu untuk shalat, sebab kelak yng akan dihisab pertama kalinya
di akherat yaitu shalat kita masing-masing, bukan jumlah harta yang kita miliki
selama hidup di dunia
DAFTAR
PUSTAKA
Asyur,
Ahmad Isa. 1995. Fiqih Islam Praktis Bab
Ibadah. Solo : Pustaka Mantiq
Abiding,
Slamet. 1998. Fiqih Ibadah Untuk IAIN,
STAIN, dan PTAIS. Bandung : Pustaka Setia
Rasjid,
Sulaiman. 2000. Fiqh Islam. Bandung :
Sinar Baru Algensindo
Mahalli,
A.M. 2003. Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih
Bagian Ibadat. Jakarta : Prenada Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar